Kamis, 12 Desember 2019

Bappeda Lebak Tuntaskan Kajian Geoheritage Geopark Bayah Dome Bersama Puslit GKG Unpad

Kepala Puslit GKG Unpad, Prof. Ir. Mega Fatimah Rosana, M.Sc., Ph.D, sedang memaparkan hasil kajian timnya

RangkasbitungBadan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak menggelar rapat pembahasan draf laporan akhir Kajian Warisan Geologi (Geoheritage) Geopark Bayah Dome di Aula Bappeda Kabupaten Lebak, Selasa (10/12). Turut hadir Bupati Lebak, Hj. Iti Octavia Jayabaya, dan narasumber dari Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), DR. Ir. Sugeng Santoso, M.T, serta Prof. Ir. Mega Fatima Rosana, M.Sc., Ph.D selaku ketua Pusat Penelitian Geopark dan Kebencanaan Geologi (Puslit GKG) Universitas Padjajaran.

Dalam kesempatan ini, Bupati Lebak menyampaikan bahwa tahun 2019 hingga 2024 merupakan arah baru bagi Kabupaten Lebak untuk menggali potensi pariwisata namun tidak merusak lingkungan. Salah satu perwujudan visi Bupati yaitu Lebak Sebagai Destinasi Wisata Unggulan Nasional Berbasis Potensi Lokal melalui pengembangan Geopark Bayah Dome ini yang ditargetkan akan menjadi Geopark Nasional. “Dengan adanya pengembangan Geopark ini, diharapkan bisa memberdayakan masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat,” ungkap Iti.

Senada dengan Bupati Lebak, Ketua Puslit GKG dalam paparannya juga menjelaskan bahwa moto pengembangan Geopark yaitu Alamnya Lestari, Masyarakatnya Sejahtera. “Konsep pengembangan Geopark merupakan paradigma baru pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan yang tujuannya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan,” jelas Mega. Beliau menambahkan bahwa melalui pengembangan Geopark berarti pemerintah daerah sudah menjalankan 11 dari 17 program di dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Selanjutnya narasumber dari Kemenkomarves menerangkan bahwa dengan mengembangkan Geopark, maka akan dihasilkan rantai nilai dan nilai tambah. “Kebermanfaatan pengembangan Geopark untuk masyarakat Kabupaten Lebak dapat terlihat dari 2 (dua) perspektif outcome impact meliputi Geowisata dan Ekonomi Regional Berkelanjutan,” kata Sugeng.

Kepastian tema yang dipilih dalam pengembangan Geopark di Kabupaten Lebak yaitu Bayah Dome dan meliputi 12 kecamatan. Tahap selanjutnya akan diajukan pengusulan penetapan Geoheritage ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan juga penyusunan rencana induk Geopark.

Kamis, 05 Desember 2019

Pemkab Lebak Dorong Pengembangan Ekowisata di Empat Lanskap

Suasana Rapat Koordinasi Pengembangan Ekowisata di Aula Bappeda Kabupaten Lebak, Selasa (3/12)

Rangkasbitung – Lanskap Citorek, Guradog, Baduy, dan Cibarani akan didorong oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak untuk pengembangan Ekowisata. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mewujudkan visi Bupati yaitu Lebak Sebagai Destinasi Wisata Unggulan Nasional Berbasis Potensi Lokal. 

“Melalui rapat koordinasi ini, mari kita komunikasikan dan koordinasikan bersama demi mewujudkan visi Bupati Lebak. Apalagi berdasarkan arah kebijakan RPJMD Kabupaten Lebak Tahun 2019-2024, bahwa tahun ini merupakan landasan atau tahap penguatan komitmen untuk membangun kesepahaman dan konsepsi bagi seluruh stakeholder termasuk para pelaku pariwisata di Kabupaten Lebak,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak, Hj. Virgojanti, sembari membuka rapat di Aula Bappeda, Selasa (3/12).

Pada rapat ini, M. Nurdin Razak, selaku tenaga ahli Ekowisata dari Bappeda Kabupaten Lebak mempresentasikan hasil kajian yang telah dilakukan. “Kedekatan Jakarta sebagai enclave wisatawan baik nusantara maupun mancanegara sebenarnya menjadi peluang besar untuk menarik kunjungan,” tutur Nurdin.  Menurutnya pasar yang dibidik bisa dari berbagai segmen mengingat potensi alam dan juga budaya Lebak dengan Suku Baduy-nya serta lanskapnya menjadi ikon yang bisa ditonjolkan. Berdasarkan hasil kajian, didapatkan 11 rekomendasi sebagai dasar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Lebak untuk menyusun rencana aksi yang bersifat implementatif.

Untuk tahap awal, Lanskap Citorek melalui Citorek Timur dan Citorek Sabrang, dan Lanskap Baduy melalui Lembah Barokah, Nayagati, dan Bojongmenteng akan menjadi mercusuar bagi pengembangan Ekowisata di Kabupaten Lebak. Nantinya keempat lanskap yang terdiri dari 12 desa ini diharapkan dapat menjadi calon model pengembangan desa-desa lainnya di Kabupaten Lebak.

Senin, 25 November 2019

Menanggulangi Kemiskinan, Wakil Bupati Lebak Serukan Pengembangan Desa yang Memiliki Potensi Pariwisata

 Kepala Bappeda Lebak, Hj. Virgojanti, saat menyampaikan laporan penanggulangan kemiskinan, Senin (25/11)

Rangkasbitung - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak menyelenggarakan Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di Aula Terbatas Sekretariat Daerah Kabupaten Lebak, Senin (25/11). Wakil Bupati Lebak, H. Ade Sumardi, yang juga bertindak sebagai Ketua TKPKD (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah) Kabupaten Lebak membuka secara langsung rapat ini. Yang bertindak sebagai narasumber pada rapat ini diantaranya Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lebak, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kabupaten Lebak, dan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Lebak.

Wakil Bupati Lebak menjelaskan bahwa penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Lebak merupakan pekerjaan rumah yang sangat luar biasa berat. Oleh karena itu, perlu fokus guna mengambil langkah-langkah yang konkret, salah satunya penguatan database jumlah penduduk miskin dan inventarisasi kecamatan hingga desa yang potensi kemiskinannya tinggi. Selanjutnya, H. Ade Sumardi, juga menekankan agar dalam penanggulangan kemiskinan dipadukan dengan visi misi Kabupaten Lebak saat ini. “Dorong desa-desa yang memiliki potensi pariwisata maupun pertanian untuk dikembangkan, karena ending dari visi misi Lebak yang berorientasi terhadap pariwisata yaitu menaikan pendapatan ekonomi masyarakat,” tegas Ketua TKPD Kabupaten Lebak.

Selanjutnya, para narasumber yang hadir dalam rapat ini memaparkan program dan kegiatan yang dilakukan guna menanggulangi kemiskinan di Kabupaten Lebak. Kontribusi Dinkes dalam menanggulangi kemiskinan yaitu perwujudan Lebak Sehat yang juga merupakan program unggulan Bupati Lebak. “Pada program Lebak Sehat terdapat tiga pilar sesuai Renstra 2015-2019 diantaranya Paradigma Sehat, Penguatan Yankes (Layanan Kesehatan), dan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional),” jelas H. Maman selaku Kepala Dinkes. Sedangkan kontribusi Disperkimtan sesuai instrumen utama penanggulangan kemiskinan diantaranya PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri Perumahan dan Permukiman, dan Program Rumah Sangat Murah. “Indikator kinerja utama Disperkimtan dalam penanggulangan kemiskinan diantaranya persentase masyarakat yang menghuni rumah layak huni, persentase kawasan kumuh di perkotaan, dan persentase perumahan dengan lingkungan yang sehat,” ungkap H. Wawan sebagai Kepala Disperkimtan. Untuk Dinsos ada 26 jenis masalah yang harus diselesaikan terkait PPKS (Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial). “Ada 2 (dua) strategi yang paling efektif untuk menurunkan angka kemiskinan yaitu penambahan penghasilan dan pengurangan beban hidup,” tutur Kepala Dinsos, Eka Dharmana.

Perlu diketahui dalam penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Lebak, terdapat 12 OPD yang terlibat. Kepala Bappeda, Hj. Virgojanti, menekankan bahwa menurunkan kemiskinan adalah pekerjaan rumah bersama dan harus mencapai target yang tertuang di dalam RPJMD. “Terkait pengentasan desa tertinggal dan sangat tertinggal juga perlu menjadi perhatian agar tahun 2024 seluruh desa di Kabupaten Lebak berstatus desa berkembang,” tambah Hj. Virgojanti sembari menutup rapat.

Jumat, 08 November 2019

Dukung Percepatan Pengembangan Kota Baru Publik Maja, Kepala Bappeda Lebak Hadiri Koordinasi Lapangan Membahas Trase Jalan

Kepala Bappeda Kabupaten Lebak, Hj. Virgojanti, sedang menandatangani berita acara koordinasi lapangan, Jumat (1/11)

Maja – Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak, Hj. Virgojanti, turut hadir memenuhi undangan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan, guna melakukan koordinasi lapangan terkait pembahasan trase jalan akses Kota Baru Publik Maja (KBPM) di Halaman Stasiun Maja, Jumat (1/11).


Pengembangan KBPM merupakan amanat dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Selain itu juga didukung melalui kesepakatan bersama (MoU) No. 22/PKS/M/2016 antara Menteri PUPR, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Banten, Bupati Bogor, Bupati Lebak, Bupati Tangerang, Walikota Tangerang Selatan, dan Para Pengembang tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Bidang PUPR dalam rangka Percepatan Pembangunan Infrastruktur PUPR dalam Pengembangan KPBM pada tanggal 27 Juni 2016. Dalam beberapa tahun terakhir, langkah konkret telah dilakukan oleh Kementerian PUPR guna mendukung percepatan pengembangan KBPM. 

Salah satunya telah dilakukan studi lanjutan mengenai rencana jalan akses menuju KBPM sebagai penyempurnaan studi yang telah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, Kementerian PUPR mengundang para stakeholder terkait guna membahas trase jalan akses KBPM. Adapun rekomendasi yang tertuang dalam berita acara hasil koordinasi lapangan diantaranya ruas jalan dari exit tol Serpong-Balaraja ke arah Maja sepanjang 8,1 km adalah ruas jalan yang diutamakan untuk ditingkatkan dan ruas jalan dari jalan nasional Cikande-Rangkasbitung ke arah Maja menjadi prioritas ruas jalan kedua yang diutamakan untuk ditingkatkan.

Adapun stakeholder lainnya yang hadir memenuhi undangan diantaranya perwakilan dari beberapa Direktorat Jenderal (Ditjen) di Kementerian PUPR, Bappeda Provinsi Banten, dan Bappeda Kabupaten Tangerang.

Selasa, 05 November 2019

Rapat Optimalisasi Pengelolaan dan Pemanfaatan KPBU di Provinsi Banten


Perwakilan dari Bappeda Lebak yang menghadiri rapat di Bappeda Provinsi Banten, Selasa (5/11)

Serang - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten menyelenggarakan rapat optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Provinsi Banten di Ruang Rapat Ex. Litbang Bappeda Provinsi Banten, Selasa (5/11). Rapat ini dilakukan dalam rangka pemetaan data KPBU di Provinsi Banten sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Turut hadir perwakilan Bappeda Kabupaten Lebak dari Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam.

Sekretariat Daerah (Sekda) Provinsi Banten, Al Muktabar, menjelaskan bahwa di ada beberapa proyek yang dimungkinkan dilakukan di Provinsi Banten melalui KPBU diantaranya pengelolaan terminal, pengelolaan sampah, dan pengelolaan air minum. Dalam paparannya bahkan dijelaskan bahwa cukup banyak proyek potensial untuk KPBU di Provinsi Banten bila mengacu kepada kawasan strategis dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Banten. "KPBU dalam penyediaan infrastruktur ditujukan untuk kepentingan umum dan tentunya memperhatikan pembagian risiko antara para pihak," tambah Al Muktabar.

Senada dengan yang disampaikan Sekda Banten, M. Arif Hidayat, selaku Kepala Bidang Kerja Sama Antar Negara, Pusat Fasilitasi Kerja Sama Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, juga menjabarkan bahwa yang membedakan KPBU ialah adanya pembagian risiko antara para pihak sesuai definisi KPBU itu sendiri. Arif mengutarakan bahwa ada beberapa permasalahan yang menyebabkan pemerintah daerah belum cepat merespon proses KPBU diantaranya kurangnya komitmen dengan DPRD dan kurangnya dukungan dari tiap-tiap kepala daerah. "Pelaksanaan KPBU itu sendiri sebenarnya bertujuan mendukung efektivitas dan efisiensi anggaran di tengah minimnya anggaran di daerah," tutur Arif. Lanjut Arif mencontohkan KPBU yang sudah berjalan saat ini lebih kepada infrastruktur yang nominalnya besar seperti proyek jalan tol.

Perlu diketahui berdasarkan Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur, objek kerjasama yang bisa dilakukan yaitu 19 jenis infrastruktur (infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial).

Bappeda Lebak Gelar FGD Bahas Pengembangan Ekowisata di Lanskap Cibarani

Kepala Bappeda, Hj. Virgojanti, saat membuka focus group discussion di Aula Bappeda Lebak, Senin (4/11)

Lebak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak menggelar Focus Group Discussion (FGD) Cibarani di Aula Bappeda, Senin (4/11) terkait pengembangan ekowisata di Lanskap Cibarani. Agenda FGD tersebut difokuskan untuk mengidentifikasi potensi ekowisata di Hutan Adat Desa Cibarani. Kepala Desa Cibarani, Dulhani, dan dua orang perwakilan dari Rimbawan Muda Indonesia (RMI) turut hadir selaku undangan.

“Kabupaten Lebak ke depan akan mengembangkan ekowisata dikarenakan memiliki banyak potensi dari segi budaya, alam, dan keanekaragaman hayati,” kata Kepala Bidang Perekonomian dan SDA Bappeda Iman Hiddayat. Iman menjelaskan maksud Bappeda mengundang RMI dalam rangka menindaklanjuti hasil diskusi awal dengan Kepala Desa Cibarani dan hasil observasi, bahwa Desa Cibarani dinilai cocok untuk pengembangan ekowisata melalui pemanfaatan hutan adat. Senada dengan hal tersebut, Kepala Bappeda Lebak, Hj. Virgojanti, menjelaskan bahwa untuk mewujudkan visi Kabupaten Lebak yang fokus terhadap pariwisata, tentu bukan hal yang mudah. Bukan hanya menyiapkan dari infrastrukturnya saja namun juga dari sisi masyarakatnya apakah bisa menerima konsep yang ada dan juga persamaan persepsi antar stakeholder. “Sesuai arah kebijakan pembangunan dalam RPJMD, bahwa tahun ini adalah tahun persamaan komitmen antar OPD hingga ke masyarakatnya,” pungkas Virgo.

Dalam sesi diskusi, tenaga ahli Ekowisata, M. Nurdin Razak, mengemukakan bahwa agar Lanskap Cibarani ini memiliki kekhasan tersendiri, maka satu-satunya yang bisa diangkat untuk pengembangan ekowisata di Cibarani yaitu rencana hutan adat. “Desa Cibarani akan difokuskan untuk nature tourism seperti birding, tracking, sepeda hutan, lintas alam, wildlife sehingga kami membutuhkan data Biodiversity yang ada di Desa Cibarani khususnya dalam hutan adat. Hal tersebut untuk memperkuat bahwa Desa Cibarani memiliki potensi ekowisata yang bisa dikembangkan,” tutur Nurdin.

Dikonfirmasi oleh perwakilan RMI, Fauzan, bahwa saat ini memang sedang dilakukan identifikasi potensi maupun persoalan di Desa Cibarani. Salah satunya identifikasi soal keanekaragaman hayati yang ada di hutan adat dan ruang-ruang yang bisa diakses untuk huma, tanaman buah, area aren dan sebagainya. “Dari segi vegetasi hutan sebenarnya Desa Cibarani tidak jauh berbeda dengan desa-desa lainnya yaitu hutan hujan tropis,” jelas Fauzan. Perwakilan RMI lainnya yang turut hadir, Waris, memberikan masukan untuk mendukung pengembangan Ekowisata, RMI menawarkan rafling keanakeragaman hayati (rute pendidikan rafling). Kepala Desa Cibarani, Dulhani, menambahkan bahwa memang di Hutan Adat Cibarani masih terdapat banyak satwa seperti kera abu-abu, kijang, dan owa tepatnya di Gunung Liman.

“Sesuai arahan Kepala Bappeda, jika memang Desa Cibarani mau maju, harus sama-sama bekerja dan serius untuk mengembangkan ekowisata,” tutup Iman.

Kamis, 24 Oktober 2019

Rapat Pembahasan Rekomendasi Bupati Lebak Untuk WKOPP Binuangeun

Saat perwakilan dari Bappeda Kabupaten Lebak, Rieyan Dermawan, memberikan pendapat dan masukan saat sesi diskusi

Rangkasbitung - Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten menggelar rapat pembahasan rekomendasi Bupati Lebak untuk WKOPP Binuangeun di Aula Dinas Perikanan Kabupaten Lebak, Kamis (24/10). Dalam rapat ini dihadiri beberapa OPD Kabupaten Lebak termasuk Bappeda Kabupaten Lebak dan juga perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Beberapa perwakilan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak sangat aktif dalam sesi diskusi. Salah satunya Kepala UPT PPI Binuangeun, Agustaman, mengatakan bahwa potensi ekonomi di PPI Binuangeun sangat luar biasa. "Perputaran uang di PPI Binuangeun bisa mencapai Rp 3 M / bulan", ujar Agustaman. Kemudian beliau juga menyoroti terkait pengelolaan TPI yang menurut undang-undang dapat dikelola oleh Kabupaten, perlu ditindaklanjuti segera dengan dibuatnya surat-surat yang jelas mengenai kerja sama aset dan pemanfaatan aset. Hal tersebut juga menjadi sorotan bagi BPKAD Kabupaten Lebak, dikarenakan aset TPI saat ini telah menjadi milik provinsi sehingga untuk dapat dimanfaatkan oleh kabupaten diperlukan sebuah kesepakatan atau MoU pemanfaatan agar terjadi win win solution dan juga tidak terjadi masalah dikemudian hari. Selain itu, perwakilan dari Setda bagian Administrasi Pembangunan, Wahyu Hidayat, menuturkan bahwa sebelum terbentuk rekomendasi Bupati Lebak, perlu ekspos terhadap rekomendasi berupa penyampaian dampak dan manfaat dari WKOPP kepada Bupati Lebak, Hj. Iti Octavia Jayabaya. "Ibu Bupati pasti akan konsen terhadap dampak bagi kesejahteraan masyarakat baik ekonomi, sosial, dan budaya", pungkas Wahyu.

Perwakilan Bappeda Kabupaten Lebak yang turut hadir dalam rapat ini, Rieyan Dermawan, mengaitkan pembahasan ini dengan visi misi Bupati yang fokus terhadap pengembangan pariwisata sehingga dalam rekomendasi bisa ditambahkan manfaat wilayah kerja dikaitkan dengan pengembangan pariwisata, salah satunya TPI bahkan dermaga yang ada bisa dijadikan destinasi wisata. Camat Wanasalam, Cece Saputra, juga membenarkan bahwa potensi pariwisata di Binuangeun memang besar sejak dahulu sehingga harapannya pengembangan PPI Binuangeun ini bisa difokuskan di Binuangeun. Sedangkan perwakilan dari Dinas Perikanan Kabupaten Lebak, menyoroti hasil kajian dari konsultan diantaranya isi dari hasil rekomendasi belum memunculkan kata-kata terkait rekomendasi dan isi gambaran umum sampai penutup yang belum memuat Kabupaten Lebak secara utuh sehingga perlu diperbaiki kembali.

Diharapkan nantinya pengembangan pelabuhan perikanan Binuangeun dapat berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitar PPI dan juga mengembangkan potensi kepariwisataan yang ada.

Kamis, 17 Oktober 2019

Kembangkan Ekowisata, Kabupaten Lebak Gali Potensi Penyangga Baduy

Tim dari Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Bappeda saat akan berangkat menuju ke Cibarani, Kamis (18/10)

Lebak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak kembali melakukan assessment potensi pengembangan Ekowisata di Kabupaten Lebak bersama tenaga ahli Ekowisata, Nurdin Razak. Kali ini lokasi yang dituju ialah Lanskap Baduy – Cibarani, yang mana pada Lanskap ini tentu difokuskan pada daerah penyangga Wisata Suku Baduy.

Pada hari pertama melakukan assessment, tim berangkat menuju Desa Bojongmenteng tepatnya di Lembah Barokah yang diisi oleh beberapa masyarakat Dhuafa dan juga masyarakat Suku Baduy yang telah mualaf. Seperti biasa, tenaga ahli ekowisata memimpin focus group discussion (FGD) bersama para jaro dan masyarakat setempat untuk dilakukan brainstorming tentang ekowisata dan peluang untuk dikembangkan di Lanskap ini. Saat sesi diskusi, beberapa masyarakat sangat aktif dan antusias untuk memberikan pendapat beserta harapannya, termasuk Jaro dari Desa Cisimeut Raya. “Saya berharap dengan datangnya tim ini tentu bukan hanya sekedar wacana ke depan karena masyarakat sudah sangat antusias menyambut program-program dari pemerintah apalagi setelah Ibu Bupati datang langsung ke desa kami untuk melihat salah satu objek wisata yang kami miliki yaitu Situ Dangdang,” tutur Jaro Kohan. Selain itu, Ketua Pokdarwis Bojongmenteng Berkarya, Agus Bule, menuturkan bahwa yang diperlukan saat ini ialah bimbingan untuk mendesain kampung ini lebih maju dan juga bagaimana langkah-langkah yang harus dijalankan sehingga beliau meminta komitmen dan keseriusan terhadap pembinaan dan arahan terkait wisata.

Selanjutnya saat assessment di Desa Cibarani, tim langsung bertemu dengan Jaro Dulhani yang juga menjabat sebagai Ketua Wewengkon Adat. Berdasarkan penuturan Kepala Desa, Desa Cibarani menyimpan banyak potensi dengan dibuktikan melalui Profil Kasepuhan Cibarani yang dibuat oleh Rimbawan Muda Indonesia (RMI) bersama Satuan Adat Banten Kidul (SABAKI) dan juga masyarakat setempat. Potensi yang paling menonjol yaitu adanya Gunung Kendeng yang konon katanya lebih tinggi dari Gunung Luhur yang sedang viral akhir-akhir ini. Bahkan dari Gunung Kendeng yang masuk ke dalam hutan adat ini, dapat terlihat Cikotok dan sekitarnya bahkan sampai perkotaan Jakarta. Tidak hanya itu, potensi luar biasa lainnya yaitu ternyata dari Desa Cibarani ini hanya ±2 km sampai ke Baduy Dalam. Memang masih ada permasalahan yang ada saat ini dari segi akses yang masih terdapat jalan berbatu di beberapa ruas, namun hal tersebut sedang ditangani oleh Dinas PUPR dan juga pemerintah desa.

Melalui pengembangan Ekowisata pada Lanskap Baduy-Cibarani ini, menjadikan daerah penyangga Wisata Suku Baduy dapat merasakan peningkatan ekonomi. Tidak lagi menjadi penonton alias lintasan para wisatawan ketika ingin berkunjung ke Wisata Suku Baduy. Namun, juga akan menjadi pelaku ekonomi guna menyajikan beragam potensi wisata yang dimiliki oleh masing-masing wilayah baik kuliner, kerajinan, maupun objek wisata itu sendiri.

Monitoring Hasil Bimbingan Teknis KEMD Provinsi Banten yang Diselenggarakan oleh Bappenas

Foto bersama seusai kegiatan monitoring hasil bimtek KEMD dari Bappenas di Bappeda Provinsi Banten, Jumat (11/10)

Serang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melakukan monitoring untuk menindaklanjuti kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) Kerangka Ekonomi Makro Daerah (KEMD) di Ruang Rapat Kepala Bappeda Provinsi Banten, Jumat (11/10). Untuk diketahui bahwa Bimtek yang telah dilakukan sebelumnya yaitu dalam rangka peningkatan kualitas perencanaan pembangunan yang telah diselenggarakan Provinsi Banten pada tanggal 19-20 Juni 2019 di Hotel Le Dian, Serang.

Monitoring ini dilakukan untuk menjaga kualitas terhadap hasil latihan/capacity building KEMD. Selain itu, melalui Bimtek ini, Bappenas memiliki tujuan agar target-target ekonomi harus mampu dirumuskan dari tingkat provinsi mulai tahun 2020, agar capaian tersebut realistis sesuai dengan karakteristik maupun potensi yang ada di daerah masing-masing. Bahkan tak dipungkiri, ke depannya bisa sampai level daerah atau kabupaten/kota karena hasilnya nanti akan jauh lebih realistis dan terperinci seperti sektor mana yang akan mengalami perlambatan maupun yang meningkat. 

Namun itu semua tentunya perlu didukung data-data yang lengkap dan juga komitmen dari stakeholder terkait. Data realisasi berangkat dari SKPD teknis, sedangkan data PDRB berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Nantinya kedua data tersebut bisa menjadi acuan bagi Bappeda untuk merumuskan target pertumbuhan ekonomi secara real dan tentunya tepat sasaran. Bahkan data tersebut nantinya bisa berjenjang dari daerah hingga tingkat nasional sehingga pertumbuhan ekonomi Nasional dapat sesuai dengan mempertimbangkan karakteristik daerah, potensi hingga kendala yang dihadapi tiap-tiap daerah. Semoga dengan kehadiran one data one policy maupun komitmen lintas sektor yang akan dicapai ke depannya bisa memperkuat data-data kita agar valid untuk dilakukan analisa lebih mendalam.

Adapun dalam monitoring ini, para peserta kembali mendapat update dan materi refreshment materi singkat, progress penyusunan makalah asistensi, dan persiapan Training of Trainers (ToT).

Rabu, 09 Oktober 2019

Delta Purba, Tema yang Dipilih untuk Pengembangan Geopark Nasional di Kabupaten Lebak

Para narasumber dalam FGD Pengembangan Geopark Nasional di Kabupaten Lebak, Senin (7/10)

LebakBadan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak kembali mengadakan Focus Group Discussion (FGD) di Aula Bappeda, Senin (7/10). Kali ini, FGD yang diselenggarakan terkait tahapan awal yang harus dilakukan oleh Kabupaten Lebak dalam mengembangkan taman bumi atau Geopark yaitu melakukan kajian warisan geologi (Geoheritage). 

Adapun dalam melakukan kajian warisan geologi, Pemerintah Kabupaten Lebak menggandeng Pusat Riset GKG-UNPAD. Kepala Bappeda, Hj. Virgojanti, saat membuka FGD menuturkan alasan dipilihnya lembaga tersebut. "Dikarenakan Pemerintah Kabupaten Lebak telah memiliki MoU dengan Rektor UNPAD sehingga atas dasar hal tersebut, kami menindaklanjuti perjanjian kerjasamanya (PKS) antara Bappeda dengan Dekan Fakultas Teknik Geologi UNPAD." tutur Virgo. Tidak hanya itu, Kepala Bappeda menambahkan bahwa dikarenakan UNPAD sudah memiliki badan khusus penelitian Geopark, sehingga dirasa lembaga tersebut tepat dipilih untuk membantu pengembangan Geopark di Kabupaten Lebak. Bahkan. lembaga ini juga telah berpengalaman dalam menginisiasi Geopark Ciletuh menjadi Unesco Global Geopark (UGG).

Kepala Bidang Geologi dan Air Tanah Dinas ESDM Provinsi Banten, Deri Dariawan, selaku salah satu narasumber saat di awal paparannya menjelaskan bahwa berbicara Geopark merupakan perencanaan yang bersifat bottom up, sehingga keberhasilan ditentukan dari para stakeholder. Dalam paparannya dijabarkan pula bahwa Geopark Bayah telah masuk dalam potensi Geopark di Banten sehingga saat ini pihak Provinsi Banten melalui Dinas ESDM sudah melakukan inventarisasi keragaman geologi di beberapa kecamatan di Kabupaten Lebak. Dari hasil inventarisasi tersebut dapat dipetakan lokasi situs Geopark yang berjumlah 43 objek dan membentuk delineasi tersendiri dengan batas kecamatan. Tim GKG-UNPAD juga sependapat mengenai pengembangan Geopark harus menggunakan konsep pentahelix yang ujungnya yaitu pembangunan berkelanjutan. Nantinya untuk metode analisa yang digunakan oleh GKG-UNPAD akan memakai metode penilaian Geosite menurut Kubalikoya (2013) dan menurut Pusat Survei Geologi (2017).

Perihal pengembangan Geopark di Kabupaen Lebak, Ir. Yunus Kusumahbrata, M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Tim Persiapan Pengembangan Geopark dari Kementerian Pariwisata yang juga menjadi narasumber dalam FGD ini menjabarkan bahwa kebetulan tesisnya fokus di Bayah sehingga masih terdapat evidence-evidence yang dapat digunakan sebagai referensi. Dalam penjabarannya, beliau memberikan saran beberapa tema berdasarkan kompilasi desk work study literature. Yang mana salah satunya disepakati oleh para stakeholder yang hadir dalam FGD untuk menjadi tema pengembangan Geopark Nasional di Kabupaten Lebak yaitu "Rekonstruksi Kehadiran Delta Purba berumur 45 juta tahun di Pantai Bayah". Salah satu pertimbangan dipilihnya tema tersebut dikarenakan butuh tema yang unik dan tidak dimiliki daerah lain serta terdapat tulisan-tulisan yang berkaitan dalam jurnal nasional bahkan internasional. Adapun untuk delineasi sementara menggunakan data inventarisir dari Dinas ESDM Provinsi Banten.

Sabtu, 28 September 2019

Wisata Gunung Luhur Akan Ditata Ulang Pemkab Lebak

Daya tarik yang ditawarkan saat berwisata ke Gunung Luhur Negeri Di Atas Awan

Cibeber – Wisata Gunung Luhur yang dijuluki Negeri Di Atas Awan, akhir-akhir ini sedang viral karena keindahan awan di pagi hari yang bisa disaksikan langsung oleh para wisatawan. Namun tidak jarang para wisatawan mengeluhkan debu yang cukup tebal akibat dampak pembangunan jalan sebagai akses menuju wisata tersebut.

Melihat antusiasme masyarakat lokal maupun dari luar Kabupaten Lebak terhadap keindahan pesona Wisata Gunung Luhur, membuat Pemerintah Kabupaten Lebak hingga Polres Kabupaten Lebak mengirimkan timnya masing-masing untuk meninjau langsung kondisi disana. Pemerintah Kabupaten Lebak melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas Pariwisata (Dinpar) beserta tenaga ahli Bupati Lebak langsung melakukan survei untuk melihat potensi dan permasalahan yang terdapat di Wisata Gunung Luhur sembari melakukan pemetaan potensi pengembangan Ekowisata di Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek. Dari hasil assessment oleh para tenaga ahli, bahwa Wisata Gunung Luhur ini harus dilakukan re-management baik dari pengelolaan pariwisatanya hingga kesiapan sumber daya manusianya. Bahkan, menurut salah satu tenaga ahli, Muhammad Nurdin Razak, untuk mencegah terjadinya permasalahan yang lebih besar salah satunya bencana longsor, maka Wisata Gunung Luhur ini harus ditutup sementara. “Konsep Wisata Gunung Luhur ini harus diubah, bukan lagi mass tourism namun menjadi ecotourism sebab Lebak harus mengusung konsep besar pariwisata yaitu sustainable tourism.” ungkap Nurdin yang juga seorang Indonesia Ecotourism Expert. Pihak kepolisian Kabupaten Lebak juga melakukan pengecekan langsung ke Wisata Gunung Luhur namun lebih difokuskan terhadap jalur wisatanya.

Untuk menindaklanjuti hasil assessment di lapangan, Polres Kabupaten Lebak menginisiasi Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Tentang Wisata Negeri Di Atas Awan Gunung Luhur. Dalam rapat tersebut hadir beberapa stakeholder terkait diantaranya perwakilan Dinas Pariwisata, Dinas Perhubungan, Dinas Pemuda dan Olahraga, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lebak serta perwakilan dari Polres Kabupaten Lebak. Berdasarkan hasil rapat tersebut, diputuskan bahwa Wisata Gunung Luhur yang tengah viral akhirnya ditutup sementara. Hal tersebut dilakukan dalam rangka perbaikan jalan dan fasilitas penunjang di kawasan tersebut. Selain itu, penutupan tersebut juga dilakukan sembari Pemerintah Kabupaten Lebak menyusun lanskap dan penataan ekowisata serta proses penandatanganan MoU dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Adapun keputusan penutupan ini hingga waktu yang belum ditentukan.

Jumat, 27 September 2019

Menggali Potensi Ekowisata di Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek

Tim saat meninjau salah satu spot untuk melihat pemandangan indah di Desa Citorek Sabrang, Minggu (22/9)

CibeberBadan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas Pariwisata (Dinpar) Kabupaten Lebak bersinergi melakukan pemetaan potensi ekowisata di Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek. Pemetaan potensi ekowisata yang dilakukan oleh lintas OPD yaitu Bappeda dan Dinpar Kabupaten Lebak berlangsung selama empat hari terhitung dari Jumat hingga Senin, tanggal 20-23 September 2019. 

Kegiatan awal ini difokuskan pada Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek dikarenakan target pengembangan ekowisata Kabupaten Lebak yaitu penyusunan Lanskap Baduy-Cibarani-Citorek. Selain itu juga, untuk melihat kondisi dan situasi terkini mengenai wisata yang lagi viral akhir-akhir ini yaitu Wisata Gunung Luhur (Negeri Di Atas Awan). Dalam kegiatan ini terlibat langsung juga para tenaga ahli yang juga menjadi staf ahli Bupati Lebak diantaranya Muhammad Nurdin Razak selaku Indonesia Ecotourism Expert, Ali Surahman, dan Tyas Windu Manisa selaku tenaga ahli pariwisata.

Selama empat hari, kegiatan yang dilakukan diantaranya melakukan wawancara dengan para jaro atau kepala desa, melakukan FGD (Focus Group Discussion) dengan para jaro dan beberapa warga lainnya, dan melakukan survei lapangan di Desa Citorek Kidul dan Desa Citorek Sabrang, serta tak lupa mengunjungi ketua adat kasepuhan Citorek yaitu Abah Oyok Didi. Dari hasil pemetaan potensi ekowisata selama empat hari tersebut, didapatkan kesimpulan bahwa Wisata Gunung Luhur yang berada di Desa Citorek Kidul harus dilakukan penataan ulang dari segi manajemen wisatanya sehingga bukan lagi menjadi wisata masal melainkan ekowisata. Wisata yang awal mula ditemukan berkat pembukaan jalan ini, dalam waktu dekat perlu dilakukan penutupan hingga pengelolaan wisata disana siap sampai dengan SDM-nya itu sendiri. Hasil lainnya yaitu didapatkan lokasi yang akan menjadi percontohan atau pilot project pengembangan Ekowisata di Kabupaten Lebak ialah Gunung Malang yang terletak di Desa Citorek Sabrang. Kemudian berdasarkan hasil wawancara maupun FGD dengan para jaro ditemukan bahwa setiap desa di Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek menyimpan potensi dari segi kuliner khas, pembuatan suvenir, hingga kerajinan yang dapat menjadi pendukung penggerak Ekowisata hingga menciptakan ekonomi kreatif bagi masyarakat.

Dalam perjalanan pulang, para tim juga mengunjungi Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Balai TNGHS untuk bertemu dan melakukan wawancara dengan Kepala Seksi, Siswoyo. Terkait masalah Gunung Luhur, beliau juga sepakat untuk dilakukan penutupan sementara. Saat ini Kabupaten Lebak dan TNGHS juga sedang mempersiapkan perjanjian kerjasama (PKS). Hal ini salah satunya berkaitan dengan adanya potensi 14 objek wisata yang berada di administratif Kabupaten Lebak namun berada dalam lahan TNGHS. Selain itu juga, ke depan hutan adat komunal akan diberikan oleh TNGHS kepada Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek.

Senin, 09 September 2019

Buka Festival Seni Multatuli 2019, Bupati Lebak Ingatkan Spirit Multatuli

Bupati Lebak, Hj, Iti Octavia Jayabaya, saat membuka Festival Seni Multatuli 2019 di Museum Multatuli, Senin (9/9)

RangkasbitungBupati Lebak, Hj, Iti Octavia Jayabaya, membuka secara langsung Festival Seni Multatuli (FSM) 2019 bersama dengan perwakilan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI), Ir. Ananta Kusuma Seta. FSM 2019 ini akan berlangsung selama seminggu penuh dari tanggal 9-15 September 2019.

Dalam sambutannya, Bupati Lebak menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Kemendikbud RI atas dukungannya kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak dan berharap agar supportnya terus berlanjut. Selain itu, Bupati yang sedang menjalani periode keduanya memimpin Kabupaten Lebak ini, mengharapkan FSM ini bisa menjadi role model bagi festival-festival lainnya dalam penggarapan event berskala nasional serta diharapkan untuk event daerah lainnya dapat berbenah untuk menaikan kualitas penyelenggaraannya. Tak lupa, beliau juga mengungkapkan bahwa bukan sosok Multatuli yang harus dipuja melainkan spiritnya semasa hidup. “Sepanjang kita berpegang pada spirit yang sama soal perjuangan melawan ketertinggalan, kemiskinan, dan kebodohan maka setiap dari kita dapat menjadi Multatuli di era kekinian.” pungkas Iti. 

Menyandang predikat terbaik dari 9 festival yang tergabung dalam Platform Indonesiana pada tahun lalu, membuat FSM 2019 ini akan dibuat semakin semarak dan tentunya menarik. Predikat terbaik ini akan menjadi tantangan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan bagi semua kalangan. Oleh karena itu, Bupati Lebak menargetkan FSM 2019 akan mampu menarik kunjungan wisatawan sebanyak 25 ribu orang dari lokal, nasional hingga mancanegara. Target tersebut lebih meningkat dari penyelenggaraan FSM 2018 yang menargetkan kunjungan sebanyak 20 ribu wisatawan. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Hj. Iti Octavia Jayabaya saat menggelar jumpa pers bersama media, Kamis (5/9).

FSM tahun 2019 ini akan dimeriahkan oleh penampilan dari berbagai komunitas seni dan budaya baik tingkat nasional maupun internasional. Event ini dibuka dengan peluncuran kumpulan cerpen Pengakuan Jalak Rarawe dan juga dimeriahkan dengan Tari Walijamaliyah dari Sanggar Seni Permata Lebak. Selain itu Bupati Lebak bersama beberapa tamu undangan meninjau pameran seni rupa dan pameran tematik yang akan berlangsung sepanjang pagelaran FSM 2019. Tak hanya itu, orkes musik dari Efek Rumah Dinas juga menyemarakan sekaligus menghibur para peserta bedah buku Pengakuan Jalak Rarawe. Hingga hari Minggu nanti, masih banyak rangkaian acara yang akan tersaji dalam FSM 2019 ini diantaranya Ceramah Umum, Festival Teater, Simposium: Membaca Ulang Max Havelaar, Pemutaran Film Pendek dengan tema “Sejarah dan Kehidupan Kita Hari Ini”, Festival Kesenian Tradisi, Wayang Golek, Karnaval Kerbau, Telusur Jejak Multatuli, dan Penutupan FSM Konser Musik Tradisi.

Sidak Ke Tujuh Pasar di Kabupaten Lebak, Bahan Makanan Berbahaya Masih Ditemukan

Rapat Evaluasi Pengawasan Bahan Berbahaya dalam Pangan Triwulan II Sebelum Sidak ke Pasar Sampay, Warunggunung

Lebak – Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya Kabupaten Lebak yang dibentuk atas amanat Keputusan Bupati Lebak Nomor: 510/Kep.119/Disperindag/2018, kembali melaksanakan kegiatan pengawasan ke lapangan. Pada Triwulan II tahun 2019 kali ini, tim tersebut menargetkan sidak ke tujuh pasar diantaranya Pasar Rangkasbitung, Pasar Sampay, Pasar Maja, Pasar Cipanas, Pasar Jalupang, Pasar Malingping, dan Pasar Wanasalam.

Kegiatan yang berlangsung secara rutin ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari pangan yang mengandung bahan berbahaya dan juga mencegah penyalahgunaan bahan berbahaya dalam pangan. Adapun mekanisme pengawasan, diawali dengan melaksanakan rapat untuk menentukan waktu, tempat, dan sasaran yang akan diawasi. Setelah itu, barulah Tim Pengawas Terpadu tersebut melakukan pengawasan dengan cara kasat mata investigasi langsung ke lapangan, apabila ditemukan pangan yang diperdagangkan diduga mengandung Bahan Tambahan Kimia Berbahaya, akan dilakukan pengambilan sampel dengan cara dibeli untuk dilakukan pengujian di Laboratorium. Yang mana dalam pengujian sampel tersebut, bekerja sama dengan Labkesda Kabupaten Lebak. Setelah selesai pengujian sampel oleh Labkesda Kabupaten Lebak, Tim Pengawas Terpadu melaksanakan rapat evaluasi untuk menentukan tindak lanjut hasil pengawasan.

Berdasarkan hasil pengawasan pada Triwulan II Tahun 2019 sesuai surat Nomor: 540/426-Indag/2019 dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lebak, dari tujuh pasar yang menjadi lokasi kegiatan, masih ditemukan bahan berbahaya di empat pasar dengan mayoritas menggunakan bahan kimia berbahaya formalin. Analisa dari hasil pengawasan dan pengujian di Labkesda Kabupaten Lebak bahwa masih ada pedagang tahu, ikan asin basah, dan terasi yang menggunakan bahan kimia berbahaya Formalin dan Rhodamin B. Hal tersebut sudah barang tentu melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dalam Pasal 136 ayat (1) huruf b Jo Pasal 75 ayat (1) huruf b. Adapun tindak lanjut dari pelanggaran tersebut nantinya, para pelaku usaha yang terbukti memperdagangkan pangan mengandung bahan tambahan kimia berbahaya akan dipanggil untuk diberikan pengarahan dan pembinaan oleh Tim Pengawas Terpadu. Para pelaku usaha yang sudah diberikan pengarahan dan pembinaan diharuskan membuat surat pernyataan di atas materai bahwa tidak akan mengulanginya kembali. Selain itu, tindak lanjut lainnya yaitu meningkatkan kualitas pelaksanaan pengawasan bahan berbahaya yang disalahgunakan dalam pangan.

Tentunya melalui kegiatan rutin tersebut sampai langkah tindaklanjut yang cukup terarah, diharapkan ke depannya tidak ditemukan lagi bahan berbahaya yang disalahgunakan dalam pangan oleh para pedagang di pasar-pasar Kabupaten Lebak maupun tempat lainnya. Hal tersebut akan berdampak terhadap rasa aman dan nyaman bagi konsumen karena pangan yang beredar memenuhi ketentuan aturan. Tidak hanya itu, upaya tertib niaga bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya akan terealisasi dengan baik.

Kamis, 22 Agustus 2019

Bupati Lebak Mendapat Apresiasi Sebagai Bupati Inovatif 2019 Kategori Ekonomi dan Investasi

Bupati Lebak, Hj. Iti Octavia Jayabaya, saat menerima penghargaan Kepala Daerah Inovatif 2019 di Kantor Gubernur Sumatera Barat, Kamis (22/08)

Padang – Koran Sindo dan Sindonews.com pada tahun ini kembali menyelenggarakan ajang penghargaan untuk Kepala Daerah Inovatif (KDI) di halaman Kantor Gubernur Sumatera Barat, Kamis (22/8). Ajang ini diberikan sebagai salah satu bentuk apresiasi atas inovasi para kepala daerah. 

Penganugerahan yang mengusung tema “Inovasi untuk Indonesia Unggul” ini menampilkan enam kategori inovasi kepala daerah yang diapresiasi. Adapun enam kategori tersebut diantaranya investasi dan ekonomi, sosial budaya, pelayanan masyarakat, infrastruktur dan pembangunan, tata kelola pemerintahan, serta lingkungan hidup. Tahun ini, ada 17 bupati, 6 wali kota dan 4 gubernur yang terpilih mendapatkan apresiasi KDI 2019. Pembangunan di daerah yang semakin dinamis dan nyata saat ini tak lepas dari kemampuan para kepala daerah mengelola wilayahnya secara visioner, cermat dan inovatif. Sejumlah terobosan-terobosan yang mereka lahirkan patut disebarluaskan dan dikembangkan untuk mempercepat pemerataan pembangunan di Indonesia. 

Adapun salah satu peraih apresiasi KDI 2019 tersebut yaitu Bupati Lebak, Hj. Iti Octavia Jayabaya. Bupati Lebak mendapatkan apresiasi sebagai Bupati Inovatif 2019 dalam kategori Ekonomi dan Investasi. Seusai menerima penghargaan, Iti Octavia menyampaikan terimakasih kepada seluruh masyarakat dan semua pihak yang bersama-sama membangun Lebak melalui sektor pariwisata. “Penghargaan ini merupakan motivasi kepada kita semua agar lebih giat lagi menciptakan inovasi-inovasi baru dalam mempromosikan wisata dan kearifan lokal”, pungkas Iti.

Menurut pernyataan dari pihak Koran Sindo, alasan terpilihnya Bupati Lebak dikarenakan beliau adalah pemimpin yang terbukti berani menjadikan sektor pariwisata menjadi kekuatan utama daerahnya. Lima tahap strategis pembangunan wisata telah dibuatnya yang tertuang dalam arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2019-2024. Berkat kebijakan tersebut, berdampak terhadap Kabupaten Lebak pun yang semakin dilirik oleh para wisatawan baik nusantara maupun mancanegara. Dan pada tahun 2023 mendatang, Kabupaten Lebak bertekad menjadi Destinasi Pariwisata Unggulan Berskala Nasional.

Rabu, 31 Juli 2019

Focus Group Discussion Perumusan Kebijakan Penataan Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung

Foto bersama para peserta Focus Group Discussion (FGD) di Gedung SKPD Terpadu, KP3B (31/7)

SerangSekretariat Daerah Provinsi Banten mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka perumusan kebijakan penataan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung yang diselenggarakan di Ruang Rapat Gedung SKPD Terpadu Lantai 8, KP3B Serang, Rabu (31/7). FGD ini dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Pariwisata, Badang Perencanaan Pembangunan Daerah, dan Sekretariat Daerah Bagian Perekonomian dari beberapa kabupaten/kota di Provinsi Banten.

Adapun paparan materi dalam FGD ini disampaikan oleh Joyce Irmawanti selaku Kepala Kantor Administrator KEK Tanjung Lesung. Materi yang disampaikan berupa kebijakan penataan KEK Tanjung Lesung mulai dari kelembagaan, profil umum dan master plan, hingga strategi pemulihan dan pola preventif kawasan sampai kepada progress pembangunan pasca tsunami. Selain itu terkait kebijakan penataan KEK ini, dipaparkan juga mengenai evaluasi KEK, rencana investasi,  isu strategis, kendala dan tantangan serta asumsi hingga potensi wisatawan. “Melalui FGD ini, saya berharap mendapat masukan dari para peserta FGD mengenai kebijakan yang perlu dilakukan untuk penataan KEK Tanjung Lesung ini agar mampu meningkatkan wisatawan dan nilai investasi, terlebih lagi setelah tsunami yang berdampak terhadap beberapa titik di KEK ini.” tutur Joyce. Bahkan menurut beliau, KEK Tanjung Lesung ini tidak bisa dibandingkan secara utuh dengan KEK Mandalika dikarenakan faktor pengelola yang berdampak terhadap pembiayaan dan juga terkait dukungan aksesibilitas yang telah ada maupun daerah pendukung disekitarnya. Oleh karena itu, alasan diundangnya beberapa daerah di luar kawasan KEK Tanjung Lesung yang mendapatkan dampak pembangunan adalah untuk mensinergikan program-program yang ada terkait pengembangan KEK Tanjung Lesung tersebut.

Setelah paparan materi disampaikan, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab di mana para peserta sangat aktif memberikan pendapat dan masukannya terkait kebijakan penataan KEK Tanjung Lesung ini. Adapun beberapa masukan dari peserta FGD, tak terkecuali perwakilan dari Bappeda Kabupaten Lebak, Iman Hiddayat dan Yogan Daru Prabowo yang menyinggung beberapa hal khususnya dari segi atraksi, sumber daya manusia, dan juga terkait industri kreatif. Dari segi atraksi, terdapat masukan dengan menambahkan berbagai macam atraksi agar mampu menarik wisatawan, sehingga tidak hanya mengandalkan air saja. Selain itu juga, dengan hadirnya Kampung Cikadu dapat memberi warna baru terhadap pilihan destinasi di luar kawasan KEK. Alhasil perlu dilakukan penataan ruang yang jelas khususnya soal buffer zone untuk saling mengaitkan antara wisata yang ada di dalam kawasan dengan luar kawasan KEK Tanjung Lesung. Lalu dalam hal sumber daya manusia atau SDM, peningkatan SDM perlu dilakukan khususnya kepada masyarakat lokal di sekitar KEK Tanjung Lesung agar masyarakat setempat tidak menjadi tamu di rumah sendiri. Sehingga diharapkan masyarakat sekitar KEK nantinya dapat berpatisipasi aktif dalam pengembangan KEK Tanjung Lesung, bahkan merasakan dampak positif salah satunya ekonomi dari hadirnya KEK Tanjung Lesung tersebut. Selanjutnya dalam hal pengembangan industri kreatif, perlu dibuat sesuatu yang khas dan mampu menarik wisatawan dengan melibatkan masyarakat lokal. Pada intinya bilamana kesemua aspek pengembangan pariwisata diantaranya atraksi, aksesibilitas, amenitas, hingga pelayanan tambahan jika telah tersedia dengan baik, tentunya berdampak juga terhadap peningkatan kunjungan wisatawan. Dengan meningkatnya jumlah wisatawan, otomatis investasi juga akan meningkat.