Semiloka ini diadakan oleh The Hud Institute serta Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan dari Kementerian yang terkait dengan tema yang diusung. Ada 4 kementerian yang hadir dan terlibat dalam proyek ini diantaranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kementerian Dalam Negeri. Acara ini dihadiri oleh beberapa tokoh ternama dan tentunya ahli di bidangnya diantaranya ada Dr. Drs. Andrinof A Chaniago, M.Si (Mantan Menteri PPN/Bappenas, Komisaris Utama PT. Angkasa Pura I, dan Wakil Ketua Dewan Pembina The Hud Institute) selaku Keynote Speech, dan beberapa Keynote Address yaitu Dr. Ir. A. Hermanto Dardak (Kepala BPIW Kementerian PUPR), Dr. Ir. Yuswandi Temenggung, M.Sc (Sekjen Kementerian Dalam Negeri), Dr. Ir. Budi Situmorang, MURP (Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang), dan Dr. Ir. Oswar M Mungkasa, M.Sc (Deputi Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta). Acara ini diadakan di Hotel Ambhara Jakarta yang dihadiri oleh beberapa stakeholder diantaranya pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta atau pengembang, dan juga akademisi salah satu diantaranya saya dan teman-teman dari Himpunan Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Indonesia. Berikut penjelasan rangkuman dan hasil dari semiloka tersebut:
SEMINAR
& LOKAKARYA
KETERPADUAN PERENCANAAN
DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR WILAYAH, PERUMAHAN, PENYEDIAAN TANAH, DAN TATA
KELOLA DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN PKN/PKW DAN KOTA BARU PUBLIK
I.
Latar Belakang
The Hud Institute atau yang dikenal dengan Lembaga Pengkajian
Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia kembali melaksanakan diskusi
seri ketiga bulan September tahun 2016. Disebut diskusi serial ketiga karena
kegiatan/diskusi ini merupakan forum pertemuan pemangku kepentingan yang peduli
dan fokus kepada kebijakan rumah, perumahan, infrastruktur dasar, permukiman,
pengembangan perkotaan, tata ruang, dan pengembangan wilayah. Forum ini sangat
penting karena mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan publik yang
mengedepankan amanat Undang-Undang 1945 yakni kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Topik Diskusi Serial 3 ini mengangkat tiga tema besar diantaranya,
pengembangan dan pembangunan infrastruktur wilayah, penyediaan tanah (land banking) bagi perumahan, dan
kewenangan dan tata kelola aset properti. Arahan dari pembahasan ketiga tema
besar tersebut yaitu Kota Baru Publik
Maja (KBPM). KBPM merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun
2015 tentang Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang didalamnya
memuat tentang Pengembangan 10 Kota
Pusat Kawasan Perkotaan Baru menjadi Pusat Pertumbuhan Baru dan Embrio Kota
Kecil, KPBM salah satunya.
Selain itu amanat lain yang harus diperhatikan
dan dibahas adalah kebijakan dan strategi untuk mewujudkan sistem perkotaan
nasional dalam rangka untuk menyeimbangkan pembangunan antar kota di Indonesia,
diantaranya penataan dan percepatan pembangunan 7 KSN Perkotaan (Metropolitan
dan Megapolitan) sebagai Pusat Kegiatan Global (PKG) dan Percepatan dan
perwujudan peran kota sebagai PKN, PKW, dan PKL dengan menyesuaikan tipologi
kota dan tingkat pelayanannya.
Forum Pra-Konferensi UN Habitat III PBB(Prepcom III UN Habitat) untuk menyusun strategi pembangunan kota yang
berkesinambungan, telah menghasilkan agenda berdasarkan fenomena urbanisasi.
Dunia memasuki era perkotaan, di mana sebagian besar masyarakatnya tinggal di
perkotaan. Diyakini bahwa urbanisasi telah secara signifikan mendorong
pertumbuhan ekonomi, menghasilkan pembangunan, dan menciptakan kesejahteraan di
beberapa tempat, namun pada saat bersamaan, urbanisasi itu pun memiliki
berbagai tantangan termasuk diantaranya kemiskinan multidimensi, penurunan
kualitas lingkungan, kerentanan terhadap bencana, dan sebagainya. Potensi
urbanisasi bisa dilihat sebagai peluang tetapi bisa juga menjadi bencana. Bonus
demografi adalah pisau bermata dua, karena itu tantangannya adalah bagaimana
meningkatkan kualitas dan kompetensi sumber daya. Isu pengentasan kemiskinan,
peningkatan kualitas hidup, kenaikan harga lahan perkotaan dan berbagai
tantangan baru di perkotaan dunia disepakati sebagai New Urban Agenda.
Berangkat dari isu-isu global di atas bahwa
tumbuh dan berkembangnya kota-kota dipengaruhi oleh tingkat urbanisasi kepada
kawasan perkotaan menuntut perlunya strategi pengembangan kota-kota baru (cikal
perkotaan) disekitar kota besar metropolitan agar daya dukung dan daya tampung
kawasan perkotaan besar sesuai dengan kemampuannya. KPBM dengan total luas
pengembangan 18.000 Ha yang berada di Kabupaten Lebak dimana berdasarkan arahan
sistem perkotaan wilayah sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi diharapkan
dapat menjadi pusat pertumbuhan baru di kawasan Jabodetabekpunjur sehingga
diperlukan dukungan program pengembangan infrastruktur kewilayahan baik itu
jaringan transportasi darat berupa kereta api, jalan/jembatan, jaringan sumber
daya air, jaringan sarana prasarana permukiman perumahan, jaringan energi dan
kelistrikan, dan jaringan telekomunikasi. Namun untuk melaksanakan itu semua,
perangkat perencanaan diperlukan agar pengembangan KPBM terintegrasi secara
efektif dan efisien dengan kota-kota yang telah tumbuh disekitarnya sehingga
mampu bertumbuh dengan status sistem perkotaan yang ada yakni Pusat Kegiatan
Nasional (PKN) seperti
Jabodetabekpunjur, Serang, Cilegon, Bandung, dan Cirebon kemudian terintegrasi
dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
lainnta seperti Pandeglang, Sukabumi, dan 6 PKW lainnya di Jawa Barat. Dalam
rangka integrase kota-kota tersebut diperlukan keterpaduan program lintas
aktor, lintas bidang, lintas lembaga, dan lintas kewenangan sehingga perangkat
perencanaan berupa Rencana Tata Ruang, Integrated Master Plan, dan Integrated
Development Plan disiapkan untuk menjadi pedoman dan program aksi (an affirmative action) pembangunan
bersama agar arah, tujuan, dan gerak pembangunan lintas pemangku kepentingan
tersebut dapat seirama.
Luasnya pengembangan KPBM patut dicermati,
dipantau, dievaluasi, dan diatur oleh pemerintah pusat maupun daerah agar
selaras dengan perangkat yang dirancang-sepakatkan. Program pembangunan
perumahan harus sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Permukiman untuk masyarakat berpenghasilan rendah baik tetap dan
tidak tetap (MBR). Demikian juga dengan kebutuhan kawasan mengenai prasarana
sarana dasar perumahan permukiman, pelaksanaan program 100-0-100 dan jaminan
hak bermukimnya MBR. Peranan pemerintah daerah yakin Provinsi Banten dan Jawa
Barat juga penting dalam upaya untuk mendorong perwujudan kawasan perkotaan
baru tersebut, kewenangan yang diatur menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintah Daerah diharapkan memberi perhatian lebih kepada MBR.
II.
Pleno I (Keynote Address dan Moderator)
Pembangunan dan pengembangan perkotaan pada
masa sekarang sudah menjadi kebutuhan di setiap negara terkait isu-isu yang
akan menjadi tantangan di masa depan. Pada dasarnya di Indonesia sendiri,
asal-usul kota terbagi menjadi 2 yaitu kota lama yang merupakan warisan dari
zaman kolonial dan kota baru yang perencanaannya didominasi sektor bisnis atau
pengembang. Tantangan dalam pengembangan perkotaan sendiri yang paling utama
ialah urbanisasi berdasarkan Prepcom III UN Habitat di Surabaya. Perkotaan
nantinya menjadi pusat/konsentrasi populasi penduduk, kegiatan ekonomi,
interaksi sosial dan budaya, dampak lingkungan dan kemanusiaan. Arah
pengembangan perkotaan nantinya mengusung tema Kota Cerdas Berkelanjutan. Maksud dari kota cerdas berkelanjutan
yaitu wilayah dan kota yang lebih aman, sehat, berkeselamatan, estentik,
bersih, berkarakter, nyaman, produktif, efisien, dan berkelanjutan. Pada
dasarnya tema besar tersebut mencakup dari livable
city, green city, dan smart city.
Berbicara mengenai anggaran dalam pengembangan
dan pembangunan perkotaan ini dipastikan sudah menjadi urusan pemerintahan
wajib menurut Kementerian Dalam Negeri. Berdasarkan urusan pemerintahan wajib
Kemendagri yang kaitannya tentang hal ini ada di pelayanan dasar dan non
pelayanan dasar. Pada pelayanan dasar ada yang mengatur tentang pekerjaan umum
dan penataan ruang serta perumahan rakyat dan kawasan permukiman, sedangkan non
pelayanan dasar mengatur tentang pertanahan.Hal-hal tersebut tertuang juga pada
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan
Perkotaan.
Pada intinya arah dari pembangunan dan
pengembangan kota baru publik dengan tema Kota Cerdas Berkelanjutan tersebut
harus berdasarkan kepada 5 pilar kota berkelanjutan dan berdaya saing. Lima
pilar kota berkelanjutan dan berdaya saing tersebut diantaranya kota layak yang
aman dan nyaman (livable city), kota
hijau yang berketahanan iklim dan bencana (green
city), kota cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi (smart city), membangun identitas
perkotaan Indonesia, dan menciptakan keterkaitan antar kota maupun desa-kota.
Makna dari kota baru adalah dirancang lebih dahulu, dirancang sebagai kota
mandiri, dikembangkan fungsi khusus berkaitan dengan potensi tertentu sebagai independent town atau self sufficient new town. Arah kebijakan
kota baru nantinya sebagai model contoh nasional mewakili tipologi/tematik kota
baru, sebagai reorientasi praktek pembangunan kota baru dan penataan kota yang
kurang inklusif dan kurang terintegrasi, serta sebagai model kota
berkelanjutan.
III.
Pleno II Diksusi Pengembangan dan Pembangunan
Infrastruktur Wilayah
Pembangunan kota baru publik merupakan arahan
langsung dari presiden yang tertuang pada RPJMN 2015-2019 dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas pembangunan, penyebaran, dan pemerataan pembangunan yang
sasarannya antar kewilayahan. Namun dalam pembentukan kota baru publik ini
harus tematik sesuai karakteristik wilayah tersebut sehingga jelas nantinya
arah perencanaan dari kota tersebut. Kaitan dari pembangunan kota baru publik
ini tidak lepas dari pengembangan dan pembangunan infrastruktur wilayahnya
seperti aksesibilitas, kawasan-kawasan strategis kota, dipersiapkan menghadapi
arus urbanisasi, dan penyediaan perumahan terhadap MBR serta prioritas
pembangunannya. Pada saat ini skala prioritas dalam pembangunan kota baru
publik ini yaitu Kota Baru Publik Maja (KPBM).
Kota Maja sendiri memiliki wilayah administratif lintas kewenangan diantaranya
Kabupaten Tangerang, Kabupaten Lebak (Provinsi Banten) dan Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat).
Latar belakang dari pengembangan Kota Maja
diawali pada tahun 1994 dikarenakan kebutuhan lahan hunian untuk DKI Jakarta
dan sekitarnya meningkat pesat dan semakin mahal (kurang terjangkau bagi MBR)
dalam rangka mengimbangi pertumbuhan permukiman ke arah timur Jakarta. Maka
dari itu dalam jangka panjang, perlu dikembangkan kawasan PKP skala besar di
lahan yang terjangkau MBR di arah barat Jabodetabek. Selanjutnya pada tahun
1998 dengan pertimbangan potensi Maja (lahan masih murah, potensi akses kereta
api, telah berkembangnya Karawaci dan BSD) Kemenpera pada tahun 1998 melalui SK
No. 02/KTPS/M/1998 tentang Penetapan Pengembangan Kota Kekerabatan Maja yang
mendorong pengembangan permukiman skala besar yang terjangkau namun proyek ini
terhenti diakibatkan krisis ekonomi melanda Indonesia. Lalu pada tahun 2006
pasca krisis ekonomi 1998, pengembangan Kota Kekerabatan Maja (KKM) sangat lambat, bahkan permukiman
yang sudah dibangun sekitar 3.000 unit ada yang ditinggalkan. Kemudian pada
tahun 2009 usulan Menpera pengembangan KKM sebagai Pusat Perumahan Pegawai
(PNS/TNI/Polri dan Swasta sebagai “Trigger” dengan terbentuknya Tim
Fasilitasi Pengembangan KKM September 09. Pada akhirnya tahun 2011 proyek ini
kembari berjalan dengan disusunya Konsep Kota Baru dengan Tema Tertentu,
Pengembangan Pusat Perumahan Pegawai sebagai “Trigger”, Master Plan
Jangka Panjang Kota Maja, dan Feasibility
Study.
Kota Maja direncanakan menjadi kota
baru/satelit mandiri (Smart Green &
Inclusive City). Sesuai arahan
presiden yang mengharuskan kota baru publik tematik maka hingga saat ini Kota
Maja tematiknya sebagai industri ringan (Hi-Tech).
Prinsip perencanaan tata ruang kawasan yang diharapkan diantaranya holistik,
integrative, tematik, dan spasial. Selanjutnya pendekatan dalam perencanaan
juga diperlukan diantaranya multi level, multi aspek, dan multi aktor.
Pengembangan Kota Baru Maja tidak lepas dari
adanya tantangan serta upaya yang harus dilakukan sehingga nantinya proyek ini
berjalan dengan lancar sesuai tujuan dan sasarannya. Tantangan yang akan
dihadapi nantinya berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh BPIW ada 3 yaitu
Ketersediaan Air Bersih, Akses Menuju Kota Maja, dan Lahan telah dimiliki oleh
swasta. Ketersediaan air bersih di Kota Maja terbilang menjadi tantangan utama
dikarenakan berdasar historis kota adanya kehidupan diawali dari adanya sumber
air di dekatnya. Kawasan Maja merupakan daerah kering sehingga perlu adanya
solusi untuk hal tersebut yaitu pembangunan Bendung Karian. Pembangunan Bendung
Karian nantinya akan mampu menampung air 314,7 m3 untuk penyediaan
air baku RKI (Rumah tangga, kota, dan industri) dan juga nantinya akan dijadikan
salah satu destinasi wisata di Kota Maja. Selanjutnya bicara aksesibilitas
merupakan aspek penting dikarenakan tujuan awalnya yaitu integritas dengan PKN
dan PKW maka akses akan diutamakan selain SDA. Solusi dari akses ini yang sudah
jelas terlihat yaitu akses KRL (stasiun Maja) dan yang akan datang yaitu jalan
utama dari Pamulang sampai dengan Cikande pada tahun 2017 mendatang. Terakhir
yaitu permasalahan klasik terkait pengembang, berdasarkan survei BPIW 50% lahan
di Maja sudah dikuasai oleh pengembang sehingga nantinya akan dibentuk Holding Company (Perumnas, REI, dan
asosiasi lainnya) terkait perumahan yang fokus kepada MBR. Rencana pengembangan
Kota Maja dari segi perumahan yaitu dari 18.267 Ha lahan yang tersedia akan
dikembangkan 10.900 Ha (3.565,49 Ha dikuasai oleh 16 pengembang) (SK Menpera
No. 2 Tahun 1998), lahan yang sekarang terbangun mencapai 78,82 Ha dan masih
ada potensi pengembangan lahan seluas 10.821 Ha sehingga nantinya total unit
yang akan terbangun 545.000 unit perumahan.
IV.
Kesimpulan
Hasil dari seminar dan lokakarya ini
diantaranya dari sisi substansi ada 3 hal yang sudah ditentukan yang pertama adalah mengenai
akuisisi lahan, land banking, dan
sebagainya dengan komunikasi dari pihak pemerintah dan pengembang, kedua
mengenai struktur yang mendorong kota baru publik Maja nanti akan menjadi
percontohan kota-kota baru masa depan, dan yang ketiga ialah menciptakan kultur
mengenai perlunya kordinasi tiap stakeholder dan adanya partisipasi masyarakat
serta pro terhadap MBR dalam penyediaan perumahan. Dari sisi proses hari ini
nantinya akan ditindak lanjuti menjadi notulensi dan akan dibentuk buku
presidium sehingga bahan tersebut diharapkan menjadi policy proposal yang akan
disampaikan kepada setiap stakeholder yang bersangkutan. Harapan lebih besarnya
lagi bukan hanya sekedar kertas nantinya tetapi akan menjadi suatu aksi nyata
dan membuat forum-forum diskusi selanjutnya serta pengawasan/pengawalan dalam
pengembangan dan pembangunan Kota Baru Publik Maja (KPBM) ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar