Sabtu, 03 September 2016

Seminar & Lokakarya Keterpaduan Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Wilayah, Perumahan, Penyediaan Tanah, dan Tata Kelola Dalam Pengembangan Kawasan Perkotaan PKN/PKW dan Kota Baru Publik

Semiloka ini diadakan oleh The Hud Institute serta Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan dari Kementerian yang terkait dengan tema yang diusung. Ada 4 kementerian yang hadir dan terlibat dalam proyek ini diantaranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kementerian Dalam Negeri. Acara ini dihadiri oleh beberapa tokoh ternama dan tentunya ahli di bidangnya diantaranya ada Dr. Drs. Andrinof A Chaniago, M.Si (Mantan Menteri PPN/Bappenas, Komisaris Utama PT. Angkasa Pura I, dan Wakil Ketua Dewan Pembina The Hud Institute) selaku Keynote Speech, dan beberapa Keynote Address yaitu Dr. Ir. A. Hermanto Dardak (Kepala BPIW Kementerian PUPR), Dr. Ir. Yuswandi Temenggung, M.Sc (Sekjen Kementerian Dalam Negeri), Dr. Ir. Budi Situmorang, MURP (Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang), dan Dr. Ir. Oswar M Mungkasa, M.Sc (Deputi Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Pemprov DKI Jakarta). Acara ini diadakan di Hotel Ambhara Jakarta yang dihadiri oleh beberapa stakeholder diantaranya pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta atau pengembang, dan juga akademisi salah satu diantaranya saya dan teman-teman dari Himpunan Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Indonesia. Berikut penjelasan rangkuman dan hasil dari semiloka tersebut:

SEMINAR & LOKAKARYA
KETERPADUAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR WILAYAH, PERUMAHAN, PENYEDIAAN TANAH, DAN TATA KELOLA DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERKOTAAN PKN/PKW DAN KOTA BARU PUBLIK

I.     Latar Belakang
The Hud Institute atau yang dikenal dengan Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia kembali melaksanakan diskusi seri ketiga bulan September tahun 2016. Disebut diskusi serial ketiga karena kegiatan/diskusi ini merupakan forum pertemuan pemangku kepentingan yang peduli dan fokus kepada kebijakan rumah, perumahan, infrastruktur dasar, permukiman, pengembangan perkotaan, tata ruang, dan pengembangan wilayah. Forum ini sangat penting karena mampu menghasilkan rekomendasi kebijakan publik yang mengedepankan amanat Undang-Undang 1945 yakni kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Topik Diskusi Serial 3 ini mengangkat tiga tema besar diantaranya, pengembangan dan pembangunan infrastruktur wilayah, penyediaan tanah (land banking) bagi perumahan, dan kewenangan dan tata kelola aset properti. Arahan dari pembahasan ketiga tema besar tersebut yaitu Kota Baru Publik Maja (KBPM). KBPM merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang didalamnya memuat tentang Pengembangan 10 Kota Pusat Kawasan Perkotaan Baru menjadi Pusat Pertumbuhan Baru dan Embrio Kota Kecil, KPBM salah satunya.

Selain itu amanat lain yang harus diperhatikan dan dibahas adalah kebijakan dan strategi untuk mewujudkan sistem perkotaan nasional dalam rangka untuk menyeimbangkan pembangunan antar kota di Indonesia, diantaranya penataan dan percepatan pembangunan 7 KSN Perkotaan (Metropolitan dan Megapolitan) sebagai Pusat Kegiatan Global (PKG) dan Percepatan dan perwujudan peran kota sebagai PKN, PKW, dan PKL dengan menyesuaikan tipologi kota dan tingkat pelayanannya.

Forum Pra-Konferensi UN Habitat III PBB(Prepcom III UN Habitat) untuk menyusun strategi pembangunan kota yang berkesinambungan, telah menghasilkan agenda berdasarkan fenomena urbanisasi. Dunia memasuki era perkotaan, di mana sebagian besar masyarakatnya tinggal di perkotaan. Diyakini bahwa urbanisasi telah secara signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi, menghasilkan pembangunan, dan menciptakan kesejahteraan di beberapa tempat, namun pada saat bersamaan, urbanisasi itu pun memiliki berbagai tantangan termasuk diantaranya kemiskinan multidimensi, penurunan kualitas lingkungan, kerentanan terhadap bencana, dan sebagainya. Potensi urbanisasi bisa dilihat sebagai peluang tetapi bisa juga menjadi bencana. Bonus demografi adalah pisau bermata dua, karena itu tantangannya adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan kompetensi sumber daya. Isu pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas hidup, kenaikan harga lahan perkotaan dan berbagai tantangan baru di perkotaan dunia disepakati sebagai New Urban Agenda.

Berangkat dari isu-isu global di atas bahwa tumbuh dan berkembangnya kota-kota dipengaruhi oleh tingkat urbanisasi kepada kawasan perkotaan menuntut perlunya strategi pengembangan kota-kota baru (cikal perkotaan) disekitar kota besar metropolitan agar daya dukung dan daya tampung kawasan perkotaan besar sesuai dengan kemampuannya. KPBM dengan total luas pengembangan 18.000 Ha yang berada di Kabupaten Lebak dimana berdasarkan arahan sistem perkotaan wilayah sebagai Pusat Kegiatan Wilayah Promosi diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan baru di kawasan Jabodetabekpunjur sehingga diperlukan dukungan program pengembangan infrastruktur kewilayahan baik itu jaringan transportasi darat berupa kereta api, jalan/jembatan, jaringan sumber daya air, jaringan sarana prasarana permukiman perumahan, jaringan energi dan kelistrikan, dan jaringan telekomunikasi. Namun untuk melaksanakan itu semua, perangkat perencanaan diperlukan agar pengembangan KPBM terintegrasi secara efektif dan efisien dengan kota-kota yang telah tumbuh disekitarnya sehingga mampu bertumbuh dengan status sistem perkotaan yang ada yakni Pusat Kegiatan Nasional (PKN) seperti Jabodetabekpunjur, Serang, Cilegon, Bandung, dan Cirebon kemudian terintegrasi dengan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) lainnta seperti Pandeglang, Sukabumi, dan 6 PKW lainnya di Jawa Barat. Dalam rangka integrase kota-kota tersebut diperlukan keterpaduan program lintas aktor, lintas bidang, lintas lembaga, dan lintas kewenangan sehingga perangkat perencanaan berupa Rencana Tata Ruang, Integrated Master Plan, dan Integrated Development Plan disiapkan untuk menjadi pedoman dan program aksi (an affirmative action) pembangunan bersama agar arah, tujuan, dan gerak pembangunan lintas pemangku kepentingan tersebut dapat seirama.

Luasnya pengembangan KPBM patut dicermati, dipantau, dievaluasi, dan diatur oleh pemerintah pusat maupun daerah agar selaras dengan perangkat yang dirancang-sepakatkan. Program pembangunan perumahan harus sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman untuk masyarakat berpenghasilan rendah baik tetap dan tidak tetap (MBR). Demikian juga dengan kebutuhan kawasan mengenai prasarana sarana dasar perumahan permukiman, pelaksanaan program 100-0-100 dan jaminan hak bermukimnya MBR. Peranan pemerintah daerah yakin Provinsi Banten dan Jawa Barat juga penting dalam upaya untuk mendorong perwujudan kawasan perkotaan baru tersebut, kewenangan yang diatur menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah diharapkan memberi perhatian lebih kepada MBR.

II.     Pleno I (Keynote Address dan Moderator)
Pembangunan dan pengembangan perkotaan pada masa sekarang sudah menjadi kebutuhan di setiap negara terkait isu-isu yang akan menjadi tantangan di masa depan. Pada dasarnya di Indonesia sendiri, asal-usul kota terbagi menjadi 2 yaitu kota lama yang merupakan warisan dari zaman kolonial dan kota baru yang perencanaannya didominasi sektor bisnis atau pengembang. Tantangan dalam pengembangan perkotaan sendiri yang paling utama ialah urbanisasi berdasarkan Prepcom III UN Habitat di Surabaya. Perkotaan nantinya menjadi pusat/konsentrasi populasi penduduk, kegiatan ekonomi, interaksi sosial dan budaya, dampak lingkungan dan kemanusiaan. Arah pengembangan perkotaan nantinya mengusung tema Kota Cerdas Berkelanjutan. Maksud dari kota cerdas berkelanjutan yaitu wilayah dan kota yang lebih aman, sehat, berkeselamatan, estentik, bersih, berkarakter, nyaman, produktif, efisien, dan berkelanjutan. Pada dasarnya tema besar tersebut mencakup dari livable city, green city, dan smart city.

Berbicara mengenai anggaran dalam pengembangan dan pembangunan perkotaan ini dipastikan sudah menjadi urusan pemerintahan wajib menurut Kementerian Dalam Negeri. Berdasarkan urusan pemerintahan wajib Kemendagri yang kaitannya tentang hal ini ada di pelayanan dasar dan non pelayanan dasar. Pada pelayanan dasar ada yang mengatur tentang pekerjaan umum dan penataan ruang serta perumahan rakyat dan kawasan permukiman, sedangkan non pelayanan dasar mengatur tentang pertanahan.Hal-hal tersebut tertuang juga pada Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Perkotaan.

Pada intinya arah dari pembangunan dan pengembangan kota baru publik dengan tema Kota Cerdas Berkelanjutan tersebut harus berdasarkan kepada 5 pilar kota berkelanjutan dan berdaya saing. Lima pilar kota berkelanjutan dan berdaya saing tersebut diantaranya kota layak yang aman dan nyaman (livable city), kota hijau yang berketahanan iklim dan bencana (green city), kota cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi (smart city), membangun identitas perkotaan Indonesia, dan menciptakan keterkaitan antar kota maupun desa-kota. Makna dari kota baru adalah dirancang lebih dahulu, dirancang sebagai kota mandiri, dikembangkan fungsi khusus berkaitan dengan potensi tertentu sebagai independent town atau self sufficient new town. Arah kebijakan kota baru nantinya sebagai model contoh nasional mewakili tipologi/tematik kota baru, sebagai reorientasi praktek pembangunan kota baru dan penataan kota yang kurang inklusif dan kurang terintegrasi, serta sebagai model kota berkelanjutan.

III.     Pleno II Diksusi Pengembangan dan Pembangunan Infrastruktur Wilayah
Pembangunan kota baru publik merupakan arahan langsung dari presiden yang tertuang pada RPJMN 2015-2019 dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembangunan, penyebaran, dan pemerataan pembangunan yang sasarannya antar kewilayahan. Namun dalam pembentukan kota baru publik ini harus tematik sesuai karakteristik wilayah tersebut sehingga jelas nantinya arah perencanaan dari kota tersebut. Kaitan dari pembangunan kota baru publik ini tidak lepas dari pengembangan dan pembangunan infrastruktur wilayahnya seperti aksesibilitas, kawasan-kawasan strategis kota, dipersiapkan menghadapi arus urbanisasi, dan penyediaan perumahan terhadap MBR serta prioritas pembangunannya. Pada saat ini skala prioritas dalam pembangunan kota baru publik ini yaitu Kota Baru Publik Maja (KPBM). Kota Maja sendiri memiliki wilayah administratif lintas kewenangan diantaranya Kabupaten Tangerang, Kabupaten Lebak (Provinsi Banten) dan Kabupaten Bogor  (Provinsi Jawa Barat).

Latar belakang dari pengembangan Kota Maja diawali pada tahun 1994 dikarenakan kebutuhan lahan hunian untuk DKI Jakarta dan sekitarnya meningkat pesat dan semakin mahal (kurang terjangkau bagi MBR) dalam rangka mengimbangi pertumbuhan permukiman ke arah timur Jakarta. Maka dari itu dalam jangka panjang, perlu dikembangkan kawasan PKP skala besar di lahan yang terjangkau MBR di arah barat Jabodetabek. Selanjutnya pada tahun 1998 dengan pertimbangan potensi Maja (lahan masih murah, potensi akses kereta api, telah berkembangnya Karawaci dan BSD) Kemenpera pada tahun 1998 melalui SK No. 02/KTPS/M/1998 tentang Penetapan Pengembangan Kota Kekerabatan Maja yang mendorong pengembangan permukiman skala besar yang terjangkau namun proyek ini terhenti diakibatkan krisis ekonomi melanda Indonesia. Lalu pada tahun 2006 pasca krisis ekonomi 1998, pengembangan Kota Kekerabatan Maja (KKM) sangat lambat, bahkan permukiman yang sudah dibangun sekitar 3.000 unit ada yang ditinggalkan. Kemudian pada tahun 2009 usulan Menpera pengembangan KKM sebagai Pusat Perumahan Pegawai (PNS/TNI/Polri dan Swasta sebagai Trigger” dengan terbentuknya Tim Fasilitasi Pengembangan KKM September 09. Pada akhirnya tahun 2011 proyek ini kembari berjalan dengan disusunya Konsep Kota Baru dengan Tema Tertentu, Pengembangan Pusat Perumahan Pegawai sebagai “Trigger”, Master Plan Jangka Panjang Kota Maja, dan Feasibility Study.

Kota Maja direncanakan menjadi kota baru/satelit mandiri (Smart Green & Inclusive City). Sesuai arahan presiden yang mengharuskan kota baru publik tematik maka hingga saat ini Kota Maja tematiknya sebagai industri ringan (Hi-Tech). Prinsip perencanaan tata ruang kawasan yang diharapkan diantaranya holistik, integrative, tematik, dan spasial. Selanjutnya pendekatan dalam perencanaan juga diperlukan diantaranya multi level, multi aspek, dan multi aktor.

Pengembangan Kota Baru Maja tidak lepas dari adanya tantangan serta upaya yang harus dilakukan sehingga nantinya proyek ini berjalan dengan lancar sesuai tujuan dan sasarannya. Tantangan yang akan dihadapi nantinya berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh BPIW ada 3 yaitu Ketersediaan Air Bersih, Akses Menuju Kota Maja, dan Lahan telah dimiliki oleh swasta. Ketersediaan air bersih di Kota Maja terbilang menjadi tantangan utama dikarenakan berdasar historis kota adanya kehidupan diawali dari adanya sumber air di dekatnya. Kawasan Maja merupakan daerah kering sehingga perlu adanya solusi untuk hal tersebut yaitu pembangunan Bendung Karian. Pembangunan Bendung Karian nantinya akan mampu menampung air 314,7 m3 untuk penyediaan air baku RKI (Rumah tangga, kota, dan industri) dan juga nantinya akan dijadikan salah satu destinasi wisata di Kota Maja. Selanjutnya bicara aksesibilitas merupakan aspek penting dikarenakan tujuan awalnya yaitu integritas dengan PKN dan PKW maka akses akan diutamakan selain SDA. Solusi dari akses ini yang sudah jelas terlihat yaitu akses KRL (stasiun Maja) dan yang akan datang yaitu jalan utama dari Pamulang sampai dengan Cikande pada tahun 2017 mendatang. Terakhir yaitu permasalahan klasik terkait pengembang, berdasarkan survei BPIW 50% lahan di Maja sudah dikuasai oleh pengembang sehingga nantinya akan dibentuk Holding Company (Perumnas, REI, dan asosiasi lainnya) terkait perumahan yang fokus kepada MBR. Rencana pengembangan Kota Maja dari segi perumahan yaitu dari 18.267 Ha lahan yang tersedia akan dikembangkan 10.900 Ha (3.565,49 Ha dikuasai oleh 16 pengembang) (SK Menpera No. 2 Tahun 1998), lahan yang sekarang terbangun mencapai 78,82 Ha dan masih ada potensi pengembangan lahan seluas 10.821 Ha sehingga nantinya total unit yang akan terbangun 545.000 unit perumahan.

IV.     Kesimpulan
Hasil dari seminar dan lokakarya ini diantaranya dari sisi substansi ada 3 hal yang sudah  ditentukan yang pertama adalah mengenai akuisisi lahan, land banking, dan sebagainya dengan komunikasi dari pihak pemerintah dan pengembang, kedua mengenai struktur yang mendorong kota baru publik Maja nanti akan menjadi percontohan kota-kota baru masa depan, dan yang ketiga ialah menciptakan kultur mengenai perlunya kordinasi tiap stakeholder dan adanya partisipasi masyarakat serta pro terhadap MBR dalam penyediaan perumahan. Dari sisi proses hari ini nantinya akan ditindak lanjuti menjadi notulensi dan akan dibentuk buku presidium sehingga bahan tersebut diharapkan menjadi policy proposal yang akan disampaikan kepada setiap stakeholder yang bersangkutan. Harapan lebih besarnya lagi bukan hanya sekedar kertas nantinya tetapi akan menjadi suatu aksi nyata dan membuat forum-forum diskusi selanjutnya serta pengawasan/pengawalan dalam pengembangan dan pembangunan Kota Baru Publik Maja (KPBM) ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar